Jangan Ragu Untuk MemBACA di Situs ini..!! insya Allah.. Bermanfaat..!!!

Assalamualaikum..

Sabtu, 25 Desember 2010

Anggaran mobil dinas Rp 300 miliar & notebook Rp 32 miliar (1 notebook Rp 28 juta)

--------------------------------------------------------------------------------
Koalisi LSM Soroti Anggaran Mobil Dinas

VIVAnews - Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat menelusuri susunan RAPBN 2011. Sebab, koalisi menilai banyak terjadi pemborosan di sana.

Salah satu contoh yang dinilai boros ialah rencana pengadaan kendaraan dinas senilai hingga lebih dari Rp300 miliar. "Pengadaannya berpotensi korupsi. Sedikitnya akan diadakan 4.041 kendaraan roda 4 atau 6 dan roda 2 senilai Rp371,524 miliar di 20 kementerian atau lembaga," kata salah satu anggota koalisi, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan, dalam diskusi Politik Citra RAPBN 2011 di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta, Minggu, 17 Oktober 2010.

Selanjutnya, Yuna menilai pengadaan notebook dan komputer di lembaga-lembaga negara yang tertuang dalam RAPBN 2011 juga berlebihan. Menurutnya, harga satuan yang dianggarkan apabila dirata-rata tidaklah masuk akal dan jauh di atas harga pasar.

Negara menganggarkan 3.109 notebook maupun komputer senilai Rp32,5 miliar untuk tujuh kementerian atau lembaga. Dari penelusuran Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian / Lembaga di Kementerian Perhubungan, banyak ditemukan anggaran harga notebook yang berada di atas harga pasar, yakni Rp28 juta.

Berangkat dari fakta-fakta temuan lapangan itu, koalisi LSM meminta DPR untuk melakukan perubahan secara total terhadap penyusunan anggaran, termasuk struktur anggaran yang tidak mencerminkan kepentingan rakyat.

"Ini catatan bagi DPR, untuk tidak menjadikan hal ini sebagai alat untuk posisi tawar semata, karena potensi pemborosan anggaran ini tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat," kata Yuna.

Sumber

Notebook Rp 28 jutaan kyk apa sih? apa semua pejabat indonesia butuh spek notebook untuk para pembuat film Hollywood? gila

pantas romo magnus bilang ini adalah awal kehancuran indonesia, karena pejabatnya bermental kumpeni semua

Minggu, 19 Desember 2010

Jubir HTI : Berantas Korupsi dengan Syariah Bernilai Ibadah

Keberadaan Polri dan Kejaksaan tidak mampu membendung derasnya korupsi di Indonesia sehingga dibentuklah KPK. Tetapi alih-alih korupsi sirna malah terjadi fenomena Gayus. Ada apa ini? Seriuskah pemerintah memberantas korupsi? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Setiap 9 Desember Indonesia turut merayakan Hari Anti Korupsi Sedunia tetapi mengapa korupsi malah semakin marak?
Karena yang dilakukan hanya sebatas seremonial. Ada seminar anti korupsi dibuka oleh presiden. Ada Hari Anti Korupsi, semua memperingati. Tetapi tidak ada langkah-langkah yang justru diperlukan dalam penanggulangan korupsi itu.
Apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan itu?
Pertama, teladan dari pemimpin. Teladan itu tidak ada. Korupsi itu kan sebenarnya menyangkut prilaku, sedangkan prilaku sangat terkait dengan kebiasaan, kebiasaan ditentukan oleh lingkungan. Dalam budaya patrialistik seperti di Indonesia ini, lingkungan itu dipengaruhi oleh teladan pimpinan.
Teladan yang ada sekarang ini justru pimpinan yang mengajari korupsi. Dirjen korup karena menterinya korup, menteri korup karena tahu presidennya korup, begitu! Jadi sebenarnya Gayus itu hanya fenomena kecil. Tidak mungkin Gayus itu melakukan begitu kalau dia tidak tahu atasannya melakukan korupsi.
Kedua, tidak ada hukuman yang setimpal. Hampir semua terpidana korupsi itu hanya divonis tiga sampai empat tahun. Dapat remisi dan remisi jadi dipenjaranya hanya sekitar satu tahun. Tidak ada yang dihukum mati.
Ketiga, tidak ada pembuktian terbalik. Semua persidangan korupsi hakimnya yang harus membuktikan bahwa secara materiil yang bersangkutan korupsi. Lha, mana ada sekarang koruptor yang meninggalkan jejak! Sekarang ini kan bukti transfer tidak ada, cek tidak ada, semuanya itu kontan dari tangan ke tangan. Kalau perlu penyelesaiannya dilakukan di luar negeri.
Tetapi kalau pembuktian terbalik itu bisa dilakukan, jadi bukan hakim lagi yang harus membuktikan, tetapi yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa harta yang didapatnya itu diperoleh dengan cara yang halal.
Nah, tiga poin ini yang justru tidak dilakukan. Bahkan pasal pembuktian terbalik dihapus dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Siapa yang menghapus? Anggota DPR. Mengapa anggota DPR menghapus? Karena anggota DPR juga takut kalau delik dalam pasal tersebut kena ke dirinya.
Itu berarti menunjukkan ketidakseriusan dalam memberantas korupsi kan? Pemerintah diam saja melihat kelakukan DPR seperti itu. Karena pemerintah juga tahu kalau ada pasal pembuktian terbalik dirinya juga kena.
Kalau dalam sudut pandang Islam keseriusan memberantas korupsi ditunjukkan dengan apa?
Tiga poin di antaranya kan sudah disebut tuh barusan. Itu semua ada teladannya di masa Nabi Muhammad SAW dan para khalifah. Contoh di masa Khalifah Umar bin Khaththab. Sebelum aparat negara menjabat, dihitung dulu harta kekayaannya. Di akhir jabatannya dihitung lagi, jika ada kelebihan dan si pejabat itu tidak dapat membuktikan bahwa kelebihannya itu diperoleh dengan cara halal, kelebihan tersebut diambil atau dibagi dua dengan kas negara.
Mengapa harus pakai solusi syariah, toh Singapura tidak pakai Islam bisa berantas korupsi?
Kita ini tidak bicara hanya soal korupsi. Tetapi berbicara tentang sebuah sistem, sebuah pengaturan yang satu aspek dengan aspek lainnya itu mempunyai hubungan. Memang di dalam satu hal, mengenai korupsi, di sejumlah negara, katanlah di Singapura dan Swiss, angka korupsi itu bisa ditekan seminimal mungkin padahal tidak pakai syariah.
Tetapi sebenarnya Singapura dan Swiss ini telah kehilangan nilai transendental. Artinya, mereka tidak korupsi itu karena semata-mata takut kepada hukuman yang diterapkan oleh negaranya itu serta tidak menjadikannya sebagai bagian dari ibadah. Kalau kita menggunakan syariah maka kesediaan kita untuk tunduk kepada aturan-aturan yang terkait dengan pemberantasan korupsi itu bernilai ibadah.[]